Hungaria menjadi sorotan dalam politik energi Eropa setelah memutuskan melanjutkan proyek nuklir Paks II. Proyek ini digadang-gadang sebagai langkah strategis untuk memastikan ketahanan energi jangka panjang. Di tengah krisis energi global, teknologi nuklir Hungaria disebut sebagai solusi sekaligus menimbulkan perdebatan di tingkat Uni Eropa.
Paks: Pusat Energi Nuklir Hungaria
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Paks, yang sudah beroperasi sejak 1980-an, menyumbang lebih dari 40% kebutuhan listrik Hungaria. Dengan proyek Paks II, kapasitas energi nuklir akan meningkat signifikan. Hal ini dianggap penting untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Baca juga: Hungaria & Teknologi Hijau: Energi Terbarukan di Eropa Tengah
Aliansi Energi dengan Rusia
Proyek Paks II dikerjakan melalui kerja sama dengan perusahaan energi Rusia, Rosatom. Kontrak ini menimbulkan kontroversi karena Hungaria tetap melanjutkan proyek meski banyak negara Eropa memutus hubungan energi dengan Moskow akibat perang Ukraina.
Nuklir sebagai Energi Masa Depan
Pemerintah Hungaria menegaskan bahwa nuklir adalah energi bersih dan berkelanjutan. Dengan emisi karbon yang rendah, Paks II sejalan dengan target global mengurangi dampak perubahan iklim. Namun, isu keselamatan dan ketergantungan pada Rusia tetap menjadi bahan perdebatan.
Kritik dari Uni Eropa
Brussel menyoroti kurangnya transparansi dalam proyek Paks II dan potensi risiko geopolitik. Meski begitu, Hungaria tetap berpegang pada argumen bahwa proyek ini adalah soal kedaulatan energi nasional.
Prospek Energi Hungaria ke Depan
Jika berhasil, Paks II akan memperkuat posisi Hungaria sebagai salah satu negara dengan bauran energi rendah karbon di Eropa Tengah. Proyek ini menjadi simbol ambisi Hungaria untuk menyeimbangkan kebutuhan energi, kedaulatan politik, dan isu lingkungan.
Referensi: Reuters – Energy
Kesimpulan
Proyek Paks II menempatkan Hungaria di persimpangan politik energi global. Hungaria Teknologi nuklir dipandang sebagai jalan menuju energi masa depan, namun juga menghadirkan dilema antara kebutuhan energi, kemandirian nasional, dan loyalitas terhadap Uni Eropa.
